Selasa, 05 Juli 2011

Good Mining Practice, Penghargaan Lingkungan dan Pasca Tambang (Bagian II)

Tak ada yang menolak anggapan bahwa aktivitas dasar pertambangan itu sifatnya destruktif, merubah lanskap lahan, memotong vegetasi di permukaan, pembuangan tailing, melakukan countouring hingga penggalian jenjang. Tekanan aktivitas pertambangan yang begitu besar terhadap lingkungan untuk beberapa hal dan kondisi memang patut dikoreksi terlebih mengingat masih adanya persepsi kuno tentang tambang terkait dengan sifat eksploitatifnya (baca kolonialisme) yang diturunkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat juga awam terhadap aktivitas pertambangan secara keseluruhan.
Persepsi yang keliru inilah yang menimbulkan penolakan atau ketidaksukaan public. Diakui atau tidak, kesalahanpersepsian ini turut mempengaruhi kebijakan di sector lain. Padahal sebagai aktivitas utama manusia, pertambangan justru mampu menjadi pengerak ekonomi masyarakat di daerah terpencil –mengingat karakteristik usaha pertambangan yang memang berada di lokasi remote dan sifatnya membuka akses infrastruktur. Pertambangan dalam usahanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berperan sebagai agen penggerak utama (prime mover) pembangunan local.
Terkait dengan hal ini, segala aktivitas pertambangan yang dapat menyebabkan keresahan, termasuk kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi bahkan potensi masyarakat tergantung pada aktivitas tambang setelah berakhir harus dicegahdan ditanggulangi. Penghargaan terhadap lingkungan dan masyarakat atas aktivitas tambang sudah bergulir dan harus menjadi trend terbaru dalam mewujudkan sustainable development.
Permasalahan lingkungan di pertambangan sebenarnya sdah diantisipasi dengan sangat baik melalui kewajiban perusahaan untuk melakukan AMDAL sebelum aktivitas eksploitasi berjalan. AMDAL adalah dokumen perencanaan lingkungan yang terdiri dari dokumen Studi Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), Dokumen ANDAL yang kesemuanya itu harus mendapat legitimasi dari pemerintah pusat, daerah, perusahaan dan instansi terkati langsung. Sebenarnya tujuan utama dari penyusunan dokumen AMDAL ini adalah untuk membuat keputusan operasional bagaimana aktivitas tambang saat disusun, saat beroperasi dan saat pasca tambangnya. Dan AMDAL bukanlah kitab suci yang sacral dan tak dapat diubah. AMDAL seharusnya bersifat open source sehingga public berhak tahu bagaimana dan apa yang akan terjadi di aktivitas tambangnya.
Selain itu, perusahaan juga telah diwajibkan untuk membuat Rencana Tahunan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RTPKL) yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dan terkait dengan reklamasi, perusahan menyerahkan dana jaminan reklamasi sebagai kepastian  akan perbaikan atas perubahan lanskap yang terjadi sehingga dampak negative dapat dieliminasi. Diharapkan juga akan terjadi peningkatan kualitas lingkungan. Komitmen ini merupakan bentuk integrasi tambang dengan lingkungan.
Proses reklamasi juga dapat dikawal oleh public. Banyak perusahaan sekarang ini yang justru memunculkan reklamasi mereka untuk dikonsumsi umum. Selain bentuk kepatuhan terhadap aturan lingkungan ini dapat juga berperan untuk pencitraan. Lingkungan sudah menjadi isu global sekarang ini, sehingga perusahan yang peduli terhadap lingkungan adalah perusahaan yang memiliki visi kedepan dan etika bisnis yang baik.
Gencar-gencarnya isu sustainable development belakangan ini juga turut memacu dimunculkannya kebijakan pasca tambang, yaitu kebijakan untuk memastikan setiap kegiatan pertambangan memiliki konsep mengenai penutupan tambang sejak awal dimlainya aktivitas tambang. Konsep ini memastikan penataan lahan eks tambang tetap aman dan memiliki fungsi lingkungan. Konsep pasca tambang ini adalah hasil kesepakatan tiga stakeholders, pemerintah masyarakat dan operator tambang yang memenuhi criteria konservasi mineral, prinsip K3 dan prinsip lingkungan.
Di awal tambang berjalan, operator tambang wajib menyusun dokumen pentupan tambang yang dapat diakses public sehingga public dapat memahami esensi dari pasca tambang adalah memastikan fungsi lingkungan dapat tetap terjaga, dan aktivits pertambangan memberi manfaat tanpa menimbukan bencana di akhir kegiatan. Terkait dengan infrastruktur, dijelaskan dalam dokumen rencana penutupan tambang tentang infrastruktur yang akan diserahkan kepada pemerintah dan akan menjadi fasilitas umum.
Ada satu hal yang juga sangat perlu dicermati dalam rencana penutupan tambang, yaitu social kemasyarakatan. Perlu dipastikan dalam dokumen rencana pasca tambang tentang status dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat harus dipastikan tidak tergantung pada aktivitas perusahaan setelah penutupan tambang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar