Senin, 18 Juli 2011

Potensi Bahaya di Tambang Bawah Tanah

Salah satu karakteristik kegiatan pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Kemudian sebagai aktivitas ekstraktif, banyak aktivitas dilakukan pada kondisi ekstim sehingga potensi terjadinya kecelakaan sangat besar. Kemudian salah satu acuan utama dalam praktek penambangan yang baik dan benar termasuk di dalamnya pelaksanaan budaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah Kepmentamben No. 555K/MPE/1995 tentang Pedoman Kesehatan Keselamatan Kerja di Wilayah Pertambangan.
Tambang bawah tanah memiliki resiko keselamatan kharakteristik dibandingkan dengan tambang terbuka dikarenakan keterbatasan kondisi yang disesaikan dengan aktivitas bawah tanahnya. Tingkat resiko yang tinggi ini maka keselamatan kerja haruslah menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan kegiatan tambang. 
Di dalam aktivitas pertambangan bawah tanah, potensi bahaya dari aktivitas yang dilakukan lebih banyak dibandingkan dengan  tambang terbuka. Ini dikarenakan kondisi dan lokasi kerja yang sangat terbatas dibanding tambang terbuka. Beberapa keterbatasan tersebut adalah:
a.       Ruang Kerja yang Terbatas
Bekerja di bawah tanah tentunya jauh berbeda dibanding bekerja normal diatas permukaan. Dimensi bukaan tunneling mesti dihitung cermat agar efisien dari sudut biaya, dan aman dilihat dari pertimbangan teknis. Tunneling yang terlalu besar akan akan membutuhkan biaya tinggi disertai dengan kerumitan-kerumitan teknis.
Pekerja tambang dituntut untuk bekerja dalam lingkungan yang terbatas. Terbatasnya ruang sudah jelas akan mempertinggi resiko yang dapat mengancam keselamatan. Bahaya tertabrak kendaraan bergerak (LHD, Wheel Loader, Mine Truck, Jumbro Drill dan lain sebagainya) dapat saja terjadi akibat keterbatasan ruang gerak.
Dimensi alat harus disesuaikan dengan dimensi bukaan

b.      Cahaya yang terbatas
Bekerja di bawah tanah berarti bekerja tanpa penyinaran yang alami dan di bawah keterbatasan cahaya. Cahaya bantuan hanya didapat dari penerangan dengan lampu atau melalui Mine Spot Lamp (MSL). Tetapi jika cahaya bantuan ini dibandingkan dengan panjang tunneling yang dapat mencapai beberapa kilometer maka penerangan tidak mungkin dipasang di seluruh tempat. Bekerja dengan cahaya terbatas atau diterangi oleh MSL tentunya sangat riskan. Oleh karena itu para pekerja tambang bawah tanah tidak diperbolehkan untuk bekerja sendirian. Setidaknya ditemani oleh satu orang untuk mengantisipasi jika salah satu MSL tersebut mati.
Pekerja dibekali lampu sorot (Mine Spot Lamp) sebagai penerang tambahan

c.       Kondisi batuan yang rawan
Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Telah dilakukan beragam metode terapan untuk memperkuat batuan tetapi pekerja tambang tetap harus waspada akan bahaya ini. Runtuhan batuan, sekecil apapun akan beresiko. Runtuhan batuan kecil mungkin saja merupakan awal dari aktivitas yang memancing ambrukan lebih besar lagi. Untuk meminimalkan resiko keselamatan kerja, selain penyanggaan yang harus teliti dan akurat, berbaga macam prosedur kerja juga diperlukan untuk melengkapi keamanan aktivitas.
Supporting System, untuk memperkuat lubang bukaan pada kondisi batuan rawan

d.      Gas berbahaya
Berbagai macam jenis gas berbahaya, tumpah ruah dan banyak terdapat di dalam tambang bawah tanah. Metan adalah gas berbahaya yang ditemui di tambang batubara bawah tanah. Sedangkan utuk tambang bijih bawah tanah, gas yang paling berbahaya adalah carbonmonodioxide (CO). Para pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar dengan gas beracun. Akibat sirkulasi udara terowongan yang terbatas, gas-gas beracun tidak bisa langsung terlepas ke atmosfer. Beberapa gas beracun ini antara lain CO, CO2, H2S, NOx, dan SO2. Gas ini dapat terjadi akibat proses peledakan, emisi kendaraan dan alat berat maupun  gas yang terlepas alami oleh kondisi batuan.
Pada banyak kondisi, sulit membuat kadar masing-masing gas itu menjadi benar-benar nol. Oleh karena itu ditetapkanlah ambang batas. Tidak ada satupun pun gas yang boleh melebihi ambang batas ini. Jika terdapat dalam kadar tinggi, gas-gas ini dapat menyebabkan kematian.
Ventilasi yang baik dapat mengurangi potensi keracunan gas berbahaya

Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih mudah mengikat gas ini dibanding oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka suplai oksigen ke organ vital menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah otak. Kekurangan oksigen pada otak dapat menyebabkan kerusakan otak hingga mengantar pada kematian.
Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam berbagai konsentrasi:
·         35 ppm (0.0035%)     Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam
·         100 ppm (0.01%)        Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam
·         200 ppm (0.02%)       Pusing dalam rentang 2-3 jam
·         400 ppm (0.04%)       Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam
·         1,600 ppm (0.16%)    Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.
·         3,200 ppm (0.32%)   Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian dalam 30 menit.
·         6,400 ppm (0.64%)   Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari 20 menit.
·         12,800 ppm (1.28%)  Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam 3 menit.


e.      Debu dan Partikulat
Aktivitas di bawah tanah hampir selalu dipengaruhi oleh debu baik yang berasal dari batuan halus, kayu, semen maupun dampak dari lalu lintas alat berat. Debu yang berbahaya adalah debu silica yang jika terhisap dapat mengendap di pernafasan dan mengakibatkan penyakit silikosis. Jenis debu yang juga berbahaya adalah debu batubara dan debu dari bijih radioaktif. Debu-debu ini juga mampu menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Upaya yang umum dikerjakan untuk mengurangi tingkat resiko akibat terpapar debu yaitu dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik. Sirkulasi udara di tambang bawah tanah harus dibuat selancar mungkin dengan mengalirkan udara bersih dan supply oksigen serta membawa keluar udara kotor. Selain itu untuk menambah keselamatan, para pekerja juga harus dilengkapi dengan respirator (masker) sebagai alat pelindung kesehatan.

Respirator, Alat Pelindung Diri wajib di area penuh debu

f.        Heat and Cold Stress
Wilayah tambang kebanyakan berada di jalur khatulistiwa dengan iklim yang panas, dan mungkin bisa mencapai 400 C pada udara normal di luar. Berdasarkan undang-undang kesehatan dan peraturan menteri mengenai bahaya pajanan fisik, mengenai heat stress tidak berlaku karena hanya membatasi hingga 320 C saja. Di tambang bawah tanah diusahakan tidak di temui daerah yang bersuhu diatas 320 C oleh kaerna itu diperlukan system ventilasi yang memadai serta disediakan  lokasi pengisian air minum dan tempat istirahat sementara yang dekat dengan lokasi kerja.
Ventilasi berfungsi menyalurkan udara bersih dan mengeluarkan udara kotor serta memperbaiki suhu lokasi kerja

g.       Bahan Kimia
Pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar bahan kimia yang umumnya disebabkan karena aktivitas charging blasting (akibat penggunaan bahan peledak), penggunaan oli bor, proses pengisian kembali (backfilling /pastefil) maupun dari aktivitas shoot crete. Bahan kimia yang rawan terpapar seperti Sianida (CN-), Nitrat (NOx), Gas Mudah Menguap (Volatile Gases) dan lainnya.
Bahan kimia, perlu pengelolaan tertentu dan cermat dalam pengendaliannya

h.      Personal Hygiene
Adalah salah satu hal yang paling jarang di awasi. Peralatan dalam mendukung hygiene personal yang paling penting adalah washtafel dan sabun cuci tangan yang sulit didapatkan di lokasi underground. Kebanyakan pekerja bawah tanah tidak peduli terhadap kebersihan hygiene ini, tidak ditemui lokasi pencucian dan bahan pencuci yang aman di kantin. Pemeriksaan feces dan standarnya harus dilakukan 6 bulan sekali untuk menghindari kontaminasi kuman diare pada saat pengelolaan makanan.

i.         Kebisingan
Kebisingan ditemukan di banyak lokasi tabang bawah tanah seperti akibat aktivitas mesin berat, aktivitas blower ventlasi maupun dari aktivitas blasting. Penggunaan APD yang memadai sangat diperlukan pada kondisi ini. Penggunaan yang direlomendasikan adalah ear muffler.

Pelindung pendengaran, sangat perlu karena pendengaran yang rusak tak dapat pulih

j.        Manual Handling
Walau telah banyak menggunakan alat-alat canggih di dunia tambang, cidera akibat manual handling masih banyak terjadi. Cidera manual handling yang paling banyak ditemukan pada pakerja dengan menggunakan alat yang berat seperti pada penggunaan alat bor jackleg. Manual handling umumnya terjadi pada para pekerja yang mengangkat beban secara manual lebih dari 50 kg dengan perjalanan yang panjang dan berbahaya.

k.       Kelembaban
Masalah lembab banyak dijumpai di pertambangan diatas 1000 m dpl dan juga pertambangan bawah tanah. Lembab dapat memicu penyakit yang disebabkan kuman yang menyerang kulit dan pernapasan. Selain karena keterbatasan udara bersih bawah tanah, kelembaban juga diakibatkan banyaknya limpasan dan kebocoran air dan juga kelembaban dari material kayu yang melapuk. Salah satu solusi dalam permasalahan ini adalah diperlukan pengaturan batas lama bekerja di dalam bawah tanah sesuai tiap meter ke dalamannya dan juga  pemberian aliran udara yang terus menerus akan membantu pengurangan lembab dan pengap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar